Sabtu, 23 Oktober 2010

Per 30 September 2010 - Ditjen Pajak Raup Setoran Rp 444,2 Triliun

Realisasi penerimaan pajak per 30 September 2010 telah mencapai Rp 444,2 triliun atau 62% dari total target penerimaan pajak tahun ini yang sebesar Rp 661,4 triliun.

"Jika dibandingkan periode yang sama tahun 2009, penerimaan tumbuh 17,6 persen," ungkap Dirjen Pajak Mochamad Tjiptarjo dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Senin (11/10/2010).

Sementara realisasi penerimaan pajak di luar PPh Migas per 30 September 2010 mencapai Rp 402,019 triliun atau 66,3% dari target Rp 606,1 triliun.

"Secara year on year naik 18,5 persen. Pertumbuhan itu lebih bagus dari penerimaan plus migas," ujarnya.

Menurut Tjiptardjo, penerimaan pajak selama 5 tahun terakhir mengalami kenaikan lebih dari 18% tiap tahunnya kecuali pada 2009.

"Pada 2006 kenaikannya 19,56 persen, 2007 sebesar 21,39 persen, 2008 sebesar 29,17 persen, 2009 sebesar 4,38 persen, dan 2010 sampai September merayap naik sudah 18,5 persen. Diharapkan di akhir tahun, pertumbuhannya lebih dari 14,5 persen," jelasnya.

Realisasi penerimaan pajak menurut jenisnya adalah sebagai berikut, PPh nonmigas sebesar Rp 219,2 triliun atau 71,4% dari target yang sebesar Rp 306,836 triliun, PPN dan PPnBM Rp 154,2 triliun atau 58,6% dari target yang sebesar Rp 262,963 triliun, PBB Rp 21,4 triliun atau 84,5% dari target yang sebesar Rp 25,319 triliun, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Rp 4,7 triliun atau 65,9% dari target yang sebesar Rp7,1 triliun.

(nia/dnl)

Sumber :
Ramdhania El Hida - detikFinance
http://www.detikfinance.com/read/2010/10/11/171208/1461455/4/ditjen-pajak-raup-setoran-rp-4442-triliun
11 Oktober 2010

Menkeu Janji Kejar Pajak Orang Kaya

Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjamin akan meningkatkan penerimaan dari wajib pajak orang pribadi terutama dari para wajib pajak dengan berpenghasilan tinggi.

Oleh sebab itu, Agus berjanji mendorong Direktorat Jenderal Pajak memberikan perhatian khusus terhadap ekstensifikasi dan intensifikasi wajib pajak perseorangan. "Kalau memang ada laporan besarnya masyarakat Indonesia dengan penghasilan menengah ke atas dan melihat penerimaan pajak perorangan belum memadai, itu menjadi satu area yang akan kami dalami dan perbaiki," ujar Agus di kantornya, Jumat (15/10/2010).

Pernyataan Agus ini menanggapi laporan The Credit Suisse Research Institute dalam Global Wealth Report atau laporan kekayaan global yang terbit Rabu (13/10/2010). Laporan itu menyebutkan total kekayaan orang Indonesia tumbuh lima kali lipat dalam satu dekade terakhir dan mencapai 1,8 triliun dollar AS pada tahun 2010. Angka ini diperkirakan akan menjadi dua kali lipat yakni 3,0 triliun dollar AS pada 2015.

Laporan itu juga mencatat, kekayaan rata-rata orang dewasa di Indonesia juga memelesat 384 persen sejak tahun 2000 menjadi 12.112 dollar AS. Selain itu, lebih dari 90 persen kekayaan rumah tangga di Indonesia adalah aset non-finansial, terutama properti. Adapun aset finansial hanya menyumbang kurang dari 10 persen dalam satu dekade terakhir.

Sayangnya, Agus enggan mengungkapkan berapa jumlah orang kaya yang saat ini datanya sudah dipegang Direktorat Jenderal Pajak. "Aku mesti pelajari dulu," kata mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu.

Yang jelas, dia menjamin Direktorat Jenderal Pajak tidak susah menelusuri para orang kaya di Indonesia. "Gak susah kok carinya, tapi masih terus ditelusuri," imbuhnya. (Hans Henricus/Kontan)

Sumber :
http://www.ekon.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=690:menkeu-janji-kejar-pajak-orang-kaya&catid=73:kliping-elektronik&Itemid=546
18 Oktober 2010

Obyek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), adalah salah satu pajak yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selain Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Meterai (BM) dan Bea Perolehan Hak Tas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB). PBB adalah termasuk jenis pajak objektif, di mana yang lebih ditekankan dalam pengenaan pajak ini adalah pada objeknya. Hal ini bisa kita lihat dari susunan pasal dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 dan perubahannya yang menempatkan pasal tentang objek pajak lebih dahulu daripada subjeknya.

Nah, sesuai dengan namanya, objek PBB ini adalah bumi dan/atau bangunan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang PBB. Sementara itu arti bumi dan bangunan dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-undang PBB. Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah :

1. jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut
2. jalan tol
3. kolam renang
4. pagar mewah
5. tempat olah raga
6. galangan kapal, dermaga
7. taman mewah
8. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
9. fasilitas lain yang memberikan manfaat.

Objek Pajak Tidak Dikenakan PBB

Pasal 3 Undang-undang PBB memberikan pengecualian bumi dan/atau bangunan yang tidak dikenakan PBB, yaitu objek pajak yang :

1. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan 2. kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
3. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu
4. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai 5. oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak
6. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan perlakuan timbal balik
7. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan

Sumber :
http://www.pajakita.info/detail_post.php?post_detail=22

Nomor Pokok Wajib Pajak [NPWP]

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Wajib Pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Orang Pribadi yang wajib memiliki NPWP yaitu :

1. Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
2. Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun adalah :
• Wajib Pajak sendiri : Rp 15.840.000,-
• Wajib Pajak kawin : Rp 17.160.000,-
• Wajib Pajak kawin & Memiliki 1 tanggungan : Rp 18.480.000,-
• Wajib Pajak kawin & Memiliki 2 tanggungan : Rp 19.800.000,-
• Wajib Pajak kawin & Memiliki 3 tanggungan : Rp 21.120.000,-

Misalnya, Budi (statusnya sendiri) karyawan di PT A memiliki penghasilan setiap bulannya Rp 2 juta atau setahun Rp 24 juta, dengan demikian Budi wajib memiliki NPWP.

Pendaftaran NPWP dapat dilakukan dengan membuka situs Direktorat Jenderal Pajak. Langkah-langkahnya adalah :
• Cari situs Direktorat Jenderal Pajak di Internet dengan alamat www.pajak.go.id.
• Selanjutnya anda memilih menu e-reg (electronic registration).
• Pilih menu “buat account baru” dan isilah kolom sesuai yang diminta ;
• Setelah itu anda akan masuk ke menu “Formulir Registrasi Wajib Pajak Orang Pribadi”. Isilah sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang anda miliki.
• Anda akan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Sementara yang berlaku selama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran dilakukan. Cetak SKT Sementara tersebut sebagai bukti anda sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
• Tanda tangani formulir registrasi, kemudian dapat dikirimkan/disampaikan langsung bersama SKT Sementara ke Kantor Pelayanan Pajak seperti yang tertera pada SKT Sementara tersebut. Setelah itu Wajib Pajak akan menerima kartu NPWP dan SKT asli.

Pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan dengan cara langsung mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dari Wajib Pajak serta mendatangi Pojok Pajak yang terdapat di tempat keramaian (mall, gedung perkantoran).

Persyaratan untuk memiliki NPWP adalah cukup hanya mengisi formulir pendaftaran dan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau paspor bagi orang asing

Pembuatan NPWP dan semua pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak tanpa dipungut biaya atau GRATIS.

Manfaat memiliki NPWP :

a. Kemudahan Pengurusan Administrasi, dalam:
1. Pengajuan Kredit Bank;
2. Pembuatan Rekening Koran di Bank;
3. Pengajuan SIUP/TDP;
4. Pembayaran Pajak Final (PPh Final, PPN dan BPHTB, dll);
5. Pembuatan Paspor;
6. Mengikuti lelang di instansi Pemerintah, BUMN dan BUMD.

b. Kemudahan pelayanan perpajakan :
1. Pengembalian pajak
2. Pengurangan pembayaran pajak
3. Penyetoran dan pelaporan pajak

NPWP dapat dihapuskan, hanya apabila Wajib Pajak tersebut sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Misalnya Wajib Pajak meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan atau meninggalkan warisan tetapi sudah terbagi habis kepada ahli warisnya. Contoh lain adalah Wajib Pajak tidak lagi memperoleh penghasilan atau memperoleh penghasilan tetapi di bawah PTKP.

Sanksi bagi yang tidak memiliki NPWP

Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP dan atas perbuatannya tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Sumber :
http://www.seputarpajak.com/kup/nomor-pokok-wajib-pajak-npwp/
30 September 2010

Tak Semua Kena Pajak Perorangan

Pajak merupakan iuran rakyat yang akan disetor kepada kas negara. Bukan hanya satu macam pajak, akan tetapi ada banyak macam pajak uyang dikelola oleh negara. Salah satunya, adalah pajak orang pribadi.

Kepala Seksi Pelayanan Kantor Pajak Pratama Banjarmasin, Achmad Nofal, mengatakan, syarat umum yang digunakan sebagai landasan dalam untuk menentukan wajib pajak adalah bersifat obyektif dan subyektif.

"Obyektif dalam hal ini adalah harus ada penghasilan atau gaji. Sedangkan subyektif yang dimaksudkan adalah pelaku atau perorangan yang wajib pajak," ucapnya.

Dari kedua syarat umum yang dijadikan landasan tersebut, baru kemudian seseorang mengurusi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). "Nah, NPWP itu adalah sebagai identias seseorang untuk melakukan kewajibannya membayar pajak," susulnya.

Adapun hal yang diperlukan untuk mengurusi NPWP adalah cukup meyertakan fotokopi KTP dan mengisi formulir yang disediakan di kantor pelayanan pajak.

Adapun asas yang dilakukan dalam NPWP tersebut berdasarkan asas pribadi. "Artinya, dalam penghitungan bisa direka sediri dan melakukan pembayarpun dilakukan oleh orang bersangkutan," ucapnya.

Mengenai penjelasan siapa saja yang diwajibkan untuk melakukan pajak perorangan, menurutnya adalah mereka yang mempunyai penghasilan di atas Rp 15.840.000 per tahun.

Dan bagi mereka penhasilannya di bawah itu, lanjutnya, maka tidak diwajibkan pajak. "Atau istilahnya Penghasilan Tidak Kena pajak (PTKP)," ungkapnya.

Jadi tidak semua yang bekerja diperusahaan tersebut adalah wajib pajak, tegasnya.

Diterangkan pula, adapun mengenai tempat pembayarannya,bisa dikalukan di bank ataupun bisa di lakukan di kantor pos. "sementara pelayaan pajak ini hanya melayani penerimaan data laopran dari wajib pajak," tuturnya.

Adapun lamanya, dalam mengurusi NPWP ini adalah 1 hari kerja, kecuali hari libur. Sedangkan untuk masa berlaku NPWP ini adalah berlaku seumur hidup. "Jadi seseorang hanya mendaftarkan satu kali dalam seumur hidupnya," ungkapnya.

Adapun tarif pajak, ungkapnya, sebesar lima persen. "Besaran itu adalah bagi orang pribumi yang masih bujang, semantara bagi mereka yang sudah berkeluarga, lain lagi," ungkapnya.

Adapun mereka yang wajib pajak tersebut nnatinya setipa tahunnya, menyetorkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dengan mengisi formulir yang telah tersedia di kantor pelayanan pajak dengan menyertakan bukti potongan dari perusahaan yang ada.

Biasanya, lanjutnya, dalam setiap bulannya perorangan yang wajib pajak, perusahaan terkait akan melaporkan pemotongan pajaknya kepada kantor pajak tiap bulan.

Kena PHK Nihil

Bagi perorangan yang berpenghasilan lebih dari Rp 15.840.000 dikenakan wjib pajak perorangan yang harus mempunyai NPWP. NPWP tersebut mempunyai masa aktif seumur hidup. Nah, bagaimana bila peseorangan tersebut terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kepala Seksi Pelayanan Kantor Pajak Pratama Banjarmasin, Achmad Nofal, mengatakan hal seperti itu termasuk kategori isidental.

"Dalam sebuah perusahaan, tidak seluruhnya dan jarang yang dikenakan PHK. Jadi itu termasuk kejadian yang tiba-tiba," ucapnya.

Bagi mereka yang terkena PHK, tentunya NPWP masih tetap dalam status aktif. Aktif tersebut dalam artian orang bersangkutan masih tercatat dalam NPWP.

Aktif juga bisa diartikan kalau yang bersangkutan berkewajiban melaporkan SPT. Dan, tetap pula diproses sama. Hanya, dia kenakan ketentuan nihil.

"Nihil maksudnya tidak ada penhitungan pajak sampai yang bersangkutan mendapatkan penghasilan baru," ucapnya.

Bila di-PHK, tidak lantas kemudian secara otomatis NPWP hilang. Nomor itu masih tetap dan tidak hangus karena bisa jadi memiliki penghasilan lain selain pekerjaan tersebut pun penghasilan baru lainnya.

(qq)


Syarat Urus NPWP
- Fotokopi KTP
- Mengisi formulir di Kantor Pelayanan Pajak



Kategori Peghasilan Kena Pajak
-----------------------------------------------------------------
- Penghasilan > Rp 15.840.000 - Rp 50.000.000 Tarif 5 persen
- Penghasilan > Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000 Tarif 15 persen
- Penghasilan > Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000 Tarif 25 persen
- Penghasilan > RP 500.000.000 Tarif 30 persen
-----------------------------------------------------------------
Sumber : Kantor Pelayaan Pajak dan Pasal 17 UU PPh
Catatan :
- Lambang (>) artinya lebih dari
- Dalam penerapan tarif pajak, jumlah penghasilan pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh


Perlu Diperhatikan Wajib Pajak
1. Wajib mengambil sendiri formulir SPT
2. Wajib mengisi, menyampaikan SPT tahunan dengan benar, lengkap dan jelas serta menandatanganinya
3. Penyampaian SPT dapat dilakukan secara langsung di kantor pelayanan pajak
4. Jika lupa atau sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tapi isinya tidak benar, akan dikenakan sanksi

Sumber :
http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/2010/8/23/54283/tak-semua-kena-pajak-perorangan
23 Agustus 2010

Pengemplang Pajak

PAJAK adalah salah satu pilar penting perekonomian. Tanpa pajak, negara tidak mampu membiayai pembangunan. Tanpa pajak, pemerintah mustahil bisa menggaji pegawai dan menyejahterakan rakyat. Karena itu, pemerintah harus sangat serius menindak pengemplang pajak.

Sayangnya, premis itu jauh lebih gampang diucapkan daripada dilakukan. Faktanya pemerintah kerap gagal menghadapi para pengemplang dan penggelap pajak.

Munculnya kembali kasus dugaan pengemplangan pajak kelompok usaha Bakrie menambah bukti empiris betapa sulit bertindak tegas terhadap wajib pajak ukuran besar. Yang cenderung terjadi adalah pemerintah lebih banyak bersikap longgar terhadap mereka.

Tersebutlah tiga perusahaan Grup Bakrie yang dilaporkan telah lalai membayar pajak sebesar Rp2,1 triliun. Perusahaan itu adalah PT Bumi Resource, PT Kaltim Prima Coal (KPC), dan PT Arutmin Indonesia. Bumi menunggak pajak sebesar Rp376 miliar, KPC sebesar Rp1,5 triliun, dan Arutmin senilai Rp300 miliar.

Kasus itu sebenarnya telah muncul tahun lalu terkait dengan surat pemberitahuan tahunan (SPT) 2007. Namun, pemerintah tidak tegas menyelesaikan kasus itu sehingga kini muncul kembali dengan spektrum persoalan yang lebih kompleks.

Lebih kompleks karena urusan pajak itu dikait-kaitkan dengan kasus Bank Century, yaitu ditengarai memengaruhi sikap Golkar yang kini dipimpin Aburizal Bakrie.

Setidaknya kasus Bank Century di satu pihak, dan kasus pengemplangan pajak itu di lain pihak, telah memunculkan ke permukaan penilaian bahwa ternyata ada perseteruan yang keras antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Aburizal Bakrie. Sebuah perseteruan yang disebut-sebut menyulut adanya kehendak kuat untuk menggusur Sri Mulyani dari kabinet.

Oleh karena itu, duduk perkara harus dikembalikan. Pengemplang pajak adalah urusan hukum. Status mereka adalah penjahat. Pihak berwajib semestinya bertindak tanpa kompromi. Usutlah habis-habisan dan bila terbukti, hajarlah sangat keras.

Dalam kasus dugaan pengemplangan pajak Grup Bakrie, pemerintah seharusnya lebih berani. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (9/2), telah menolak gugatan praperadilan PT Kaltim Prima Coal yang memerkarakan Ditjen Pajak. Itu seharusnya menjadi momentum pemerintah untuk memulai sikap lebih tegas, lebih keras, dan lebih adil.

Jangan sampai pemerintah dinilai diskriminatif terhadap wajib pajak. Wajib pajak skala kecil dan perorangan dikejar-kejar, sementara wajib pajak skala besar yang nakal dibiarkan, bahkan dimanjakan.

Sudah tepat langkah Ditjen Pajak untuk memidanakan Grup Bakrie dalam kasus dugaan pengemplangan pajak itu. Tunggakan pajak sebesar Rp2,1 triliun itu adalah jumlah yang sangat bernilai bagi rakyat. Sebuah jumlah bisa membeli 4,2 miliar kilogram beras.

Karena itu, jangan sampai kasus ini dipetieskan seperti tahun lalu. Jangan pula menjadi alat transaksional bagi penyelesaian kasus Century.


Sumber :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/02/11/122514/70/13/Pengemplang-Pajak-
11 Februari 2010

Pajak Jadi Titik Lemah Kenaikan Peringkat Indonesia

Peringkat Indonesia tinggal satu tingkat menuju investment grade atau peringkat investasi. Masih rendahnya penerimaan negara dari sektor pajak merupakan salah satu titik lemah yang menjadi kendala untuk peningkatan peringkat.Hal tersebut disampaikan Andrew Colquhoun, Direktur Pemeringkatan Utang Negara untuk Kawasan Asia Fitch Ratings dalam pertemuan dengan sejumlah investor di Jakarta, Rabu (24/3/2010).

Fitch pada Januari 2009 telah menaikkan peringkat utang Indonesia ke 'BB+', satu peringkat di bawah peringkat investasi (investment grade). Perbaikan peringkat ini merupakan pengakuan dari adanya perbaikan risiko kredit yang dilakukan melalui disiplin fiskal dan penurunan rasio utang. Prospek peringkat utang Indonesia adalah Stabil.

"Perbaikan peringkat utang menjadi peringkat investasi akan tergantung pada berlanjutnya perbaikan kebijakan, termasuk menjaga stabilitas moneter dan tingkat harga. Reformasi untuk meningkatkan pendapatan fiskal serta terus membaiknya fundamental ekonomi akan mendukung

Dalam kesempatan tersebut, ia juga mengatakan adanya potensi perbaikan kondisi negara-negara Asia sehingga terbuka peluang kenaikan peringkat utangnya.

"Kawasan Asia mampu melewati krisis dengan lebih baik apabila dibandingkan dengan kawasan-kawasan lainnya. Sebagian dari kemampuan ini merupakan cerminan perbaikan fundamental kredit yang telah dilakukan sebelum krisis yang secara umum mendukung prospek peringkat utang dari negara-negara di kawasan Asia", paparnya.

Dampak krisis ekonomi global terhadap ekonomi di kawasan Asia Tenggara nampaknya lebih terbatas. Fitch menilai kinerja sebagian besar bank di negara-negara kawasan ini relatif tahan terhadap guncangan kondisi ekonomi.

"Meskipun kualitas aset sedikit menurun dan biaya kredit meningkat secara moderat, namun laba sebelum pencadangan kredit mampu menyerap kenaikan biaya-biaya tersebut tanpa mempengaruhi posisi permodalan bank," kata Ambreesh Srivastava, Direktur Senior Pemeringkatan Institusi Keuangan Fitch untuk kawasan Asia.

Bahkan peringkat utang beberapa bank di Indonesia juga meningkat menyusul peningkatan peringkat utang Indonesia di bulan Januari 2010.

"Meskipun upaya peningkatan permodalan untuk membiayai pertumbuhan kredit dan memenuhi peraturan permodalan yang lebih kompek di masa mendatang masih mengalami beberapa kendala, namun prospek ekonomi makro yang lebih membaik. ak

Sumber :
Detik.com, dalam :
http://ilmupajak.com/index.php?option=com_content&view=article&id=393:pajak-jadi-titik-lemah-kenaikan-peringkat-indonesia&catid=67:ekonomi&Itemid=392
25 Maret 2010